Selasa, 20 Januari 2009



bintang dilangit kerlip engkau disana...
membawa cahayanya disetiap insan..
malam yang dingin kuharap engkau datang, membawa kerinduan disela mimpi-mimpinya...
-AIR-


Sejenak beranjak, meresapi malam dengan seribu penafsiran. Menikmati kerlip-kerlip kecil cahaya bintang. Untuk sebuah kepastian. Menunggu malam segera berakhir dan tergantikan pagi.

Aha… ternyata, hobi malam menatap binatang ada gunanya juga. Kemarin, terinspirasi dari praktikum fisika kesehatan, tulisan ini lahir.

Cacat mata. Baik itu hipermetropi (rabun dekat) maupun miopi (rabun jauh) [maafkan saya sebelumnya, disini saya tidak menjelaskan apa saja macam dan definisinya, karena saya pikir sudah banyak yang menjelaskannya… hehehe] kebanyakan diakibatkan karena kebiasaan buruk. Antara lain membaca terlalu dekat atau membaca sambil tiduran pada hipermetropi dan kebiasaan melihat jarak jauh pada miopi (ex: sopir2 jalanan atau para siswa yang terbiasa duduk dibelakang)

Sebenarnya hal ini bisa disembuhkan (dikurangi) dengan melakukan beberapa hal kecil, namun harus rutin.

  1. pada miopi, apabila anda baru saja melihat jarak jauh (nyupir dll) sering-seringlah untuk membaca jarak dekat. Hal ini berfungsi untuk mencembungkan lensa mata anda setelah lama memipih.

  2. pada hipermetropi, jangan langsung tidur setelah membaca atau belajar dalam jangka waktu lama. Dalam keadaan belajar mata dipaksa untuk akomodasi secara terus-menerus, hal ini menyebabkan otot mata menjadi tegang.maka cara relaksasi yang saya anjurkan adalah
    cobalah keluar rumah atau sekedar menengok lewat jendela, tatap bintang dilangit. Tunjuk satu bintang, lalu ambil dia, itu milikmu.

Hehehe... bukan, bukan begitu. Tapi bener lho, lihat kelangit lepas, lihat bintang-bintang, kalau perlu hitung sekalian. Dengan kita melihat langit lepas, liat bintang-bintang pada hakikatnya kita sedang melihat objek dengan jarak tidak terbatas dengan akomodasi mata = 0. sehingga lensa dan otot mata tidak menegang dan rileks, lakukan kira-kira 5-10 menit saja…



Sabtu, 17 Januari 2009



We will not go down

In the night, without a fight

You can burn up our mosques and our homes and our schools

But our spririt will never die

We will not go down

In Gaza to night


Michael Heart

-We will not go down-


Say it with song! Tampaknya kata ini begitu gamblang dipakai dan dipraktekkan Michael Heart, musisi asal Los Angeles AS. Yang mendedikasikan lagu ini untuk saudara-saudara kita di Gaza. Sebagai bentuk sumbangannya untuk mereka lagu ini dapat didownload gratis melalui situs www.michaelheart.com sebagai imbalannya dia meminta pada semua orang yang mendownload agar menyumbangkan uangnya untuk Palestine.


Michael Heart hanya satu dari ribuan warga dunia yang menolak tragedi kemanusiaan di Gaza. Dengan kemampuan masing-masing apapun yang dimiliki, sepatutnya kita memberikan sumbangsih semampu kita.


Di dunia ini, dalam kitab hukum maupun agama manapun (yang benar) tentu tak satupun yang mampu menjelaskan dengan benar perilaku Israel, kedoknya negara maju, pasukan berbaju kevlar anti peluru namun berotak bar-bar tak lebih berarti dari sampah yang dibakar. Yang ada hanyalah konsep Homo Homini Lupus. Manusia yang memangsa orang lain demi kepuasan diri sendiri. Seluruh pondasi kemanusiaan dan peradaban moral dioark-arik. Dihancurkan dengan angkuh tanpa rasa bersalah.


While the so called leaders of country a far

Debated on who’s wrong or right

But their powerless words were in vain

And the bomb fall down like acid rain

Kamis, 15 Januari 2009

penjual kata-kata






Maaf, jangan berpikiran macam-macam dengan judul yang saya pilih. Bukan apa-apa. Tapi saya rasa saya telah menemukan orang yang tepat untuk disematkan dibahunya jabatan ini.( emang jenderal?)
Minggu 11 Januari 2009.saya baru saja pulang kampong. Dalam sebuah bis antar provinsi.
Pemuda tanggung, kira-kira 22-an, berpenampilan nyentrik, liar dan sama sekali ga asik. Dengan rambut gondrong sepunggung yang dikucir kuda, baju kedodoran yang sobek dari leher hingga dada, menunjukkan tulang-tulang rusuknya yang kering. Puluhan gelang melingkar ditangan dan sepatu butut tua.
Tanpa ekspresi dia melangkah ketengah bus, mengambil kuda-kuda untuk mengamen…. Dan….

“saudara saudara yang saya hormati, saya berdiri disini, saat ini, bukanlah karena kehendak saya, tapi karena sudah tersurat oleh tuhan.dan sekedar saja akan saya bawakan kata-kata nurani, puisi dan sastra yang penuh cinta….”

Lalu dengan penuh penghayatan dia bawakan beberapa puisi. Tak peduli bus berhenti, memasukkan mengeluarkan penumpang dan bergoyang mengikuti alunan jalan.
Beberapa puisi diantaranya Diponegoro-nya Chairil, MAJOI-nya Taufik Ismail dan……..

Sungguh,boleh jadi bila saya berada di aula kesenian hal ini terasa wajar,tapi kondisinya, saya berada dalam sebuah bus. Dan yang tampil didepan saya bukanlah mahasiswa unversitas seni ternama, melainkan seorang mahasiswa jalanan, dengan gelar preman.

Ok-lah…. Dan… selesai pertunjukannya. Lalu dia mulai menyusuri bangku penumpang dari depan hingga ujung belakang, mengadahkan tangan, menjemput keping-keping logam.

blind mind





Kamis minggu lalu, di masjid kampus UGM.
Lelah, menyandarkanku ditiang masjid setelah menembus jalan “sepi” kota jogja. Sejenak rehat.

Astaga!
Disana, 15 meter didepanku. Seorang buta tersuruk-suruk mencari pegangan,. Belum sempat kaki melangkah, seorang ikhwan telah mendekati dan menanyainya.

“ badhe tindak pundi pak?”(mau kemana pak?.jawa.red)

Dengan lugas dan jelas.” Pados padasan”(cari tempat wudhu)

Oh….subhanallah. sungguh kejadian yang membuka mata (kali ini sungguh benar-benar mata. Mata hati)
Seorang buta, yang tentu saja tak mampu melihat cahaya, mampu menemukan penciptanya dan melihat kebenaran dalam gelap.

Lalu bagaimana dengan diri kita? Sudahkah kita mampu melihat?