Selasa, 19 Oktober 2010

Dibawah ketiak Setan!


Bar ngaji trus aku berubah jadi abu.
Bur! Keterak angin

Ning ngisor wit meneng aku. Setan datang dan bertanya
“lagi ngapain yank?’

Nemu botol. Tak gosok. Keluarlah jin berkaus oblong. Menawarkan berupa rupa permohonan.

Lagi termangu di pinggir jembatan. Berniat bunuh diri. Iblis datang dan berkata
“ rokok bang?”

Di bawah lampu remang remang di pojok jalan. Terkulum seringai senyuman setan.
Di bawah pohon jatuh. Gedebuk! Kepala menyala nyala!

Lilinku bergoyang. Aku hampir tertangkap!

Hap! Genderuwo menelanku bulat bulat

Kamis, 29 April 2010


Akankah ada segala yang pernah ada dan tlah tiada?
Terperangkap dalam masa lalu sungguh tak jenak kau tau.
Tahukah kau mengapa aku gembira menatap gemintang di langit malam? Karena bintang adalah cahaya masa lalu. Apa yang kita lihat saat menatap bintang adalah proyeksi cahaya yang butuh berjuta tahun untuk sampai ke mata kita.
Serupa kita. Masa lalu kita. Seolah aku melihat tawa kalian dalam gugusan gubug penceng. Melihat tangis kita di bawah gugus sang pemburu. Orion. Masa masa yang tak mungkin terulang dan direkonstruksi ulang.
Tak ada yang bisa menggantikannya. Aku telah mencoba mencari penggantinya. Nihil. Yang kutemukan hanyalah topeng topeng bopeng bernama kesetiakawanan. Tak ada perasaan marah ketika dikecewakan, tak ada ngambek 3 hari seperti yang biasa kita lakukan.
Gila. Terkadang aku sadar aku terlalu naif berpikir semacam ini. Lalu aku mencoba memandang semuanya seperti cara orang orang memandang dunia. Tapi kembali kutemukan kesunyian. Ada ruang yang kosong. Yang dulunya bergema suara suara kalian.
Aku takut menua. Andai kita bisa kembali belia. Dan sang waktu bisa kutemukan. Dengan senang hati aku ingin membunuhnya.
Aku paling benci perpisahan. Apapun itu. Semeriah apapun. Itulah alasan mengapa aku menangis saat perpisahan kita dimeriahkan sebuah pesta. Seolah dunia gembira melihat kita pecah tak teruntai. Kini, aku semakin takut. Tak hanya takut kehilangan. Aku takut aku tidak siap melihat masing masing kita makin terpisah.
Akankah kita bertemu kembali pada suatu senja di ilalang surga?
When the time is coming up, we will be as one?

Selasa, 13 April 2010

devil in our soul

11 april 2010. Saya berkunjung ke kos seorang teman di Solo. Silaturahmi sekaligus memberikan buku titipannya. Seperti yang sudah kita rencanakan (dengan sedikit paksaan dari saya tentunya) kita makan siang bareng. Kita makan siang di sebelah timur taman wisata Jurug. Warung tenda ayam bakar tulang lunak.
Mulanya sejak masuk hingga saya selesai makan ndak ada masalah, hingga tanpa sengaja saya melihat kalender yang dipasang. Dan, Astaghfirullah, kalendernya adalah kalender gereja, dengan gambar salib dan paus serta sisipan ayat matius dan roma. Saya kaget sekaget kagetnya. Begitu pula ketika melihat sebuah salib tergantung di dada penjualnya.
Maka begitu kami keluar saya segera mengkonfirnasi hal tersebut. Parahnya, ternyata teman saya sudah lama tahu hal tersebut. Dia mengajak saya ke tempat itu karena binggung mencari tempat lain. Yang agak susah dicerna adalah pernyatannya bahwa banyak orang2 yang menurutnya lebih tinggi ilmu agama dibanding dirinya, makan ditempat itu. Jadi dia berpendapat, kalau mereka makan disitu berarti tempat itu sudah terjamin kehalalannya. Sebuah pemikiran yang naif.
Alasan yang sama yang mengingatkan saya pada problema Facebook yang mengundang pro-kontra beberapa bulan yang lalu. Beberapa orang meninggalkannya dengan alasan yang jelas. Facebook milik yahudi. Digunakan untuk kepentingan yahudi. Mulai dari yang paling keren, memata matai dat user hingga yang paling sepele menghabiskan waktu .
Beberapa teman tetap menggunakannya dengan alasan untuk dakwah, dan silaturrahmi. Sementara beberapa mulai ragu ketika mendengar tentang adanya konspirasi Yahudi dibalik geliat Facebook, teman teman yang aktif di jaringan Facebook malah “menghalalkannya” dengan alasan beberapa orang yang memiliki pemahaman agama lebih tinggi dari mereka tetap menggunakannya. Sehingga mereka merasa lebih “aman”.
Susah memang bila kita menjatuhkan hukum segala sesuatu hanya pada seberapa banyak orang yang menggunakannya. Masalahnya adalah, ini perut kita. Ini tubuh kita. Apapun yang masuk dalam jasad ini, kita yang bertanggung jawab. Bukan mereka.
Setidaknya, usahakan apapun yang berhubungan dengan diri kita sesedikit mungkin berhubungan dengan hal yang nyerempet dosa dan ndak jelas hukumnya. Semoga bermanfaat.

Jumat, 26 Februari 2010


Hari ini tanggal 26 Februari, tepat bertepatan dengan 12 Rabiul Awal, Alun Alum Kota Ngayogyakarta riuh dengan perayan Sekaten di Kraton Ngayogyakarto. Selidik punya selidik ternyata kata sekaten berasal dari kata syahadatain dan sesek ati (sesak hati).

Anggapan atau mitologi sekaten sebagai berasal dari kata syahadatain, didasarkan pada riwayat sekaten sebagai ajang keramaian (budaya) gelaran Sunan Kalijaga, untuk menyebarkan agama Islam di Demak Bintoro.

Sedang sekaten dari kata sesek-ati, didasarkan pada riwayat Prabu Brawijaya V yang dirundung sedih lantaran kerajaannya terancam runtuh. Irama gendhing yang dilantunkan dalam tradisi sekaten, bahkan dipercaya sebagai gendhing ciptaan para wiyaga Majapahit untuk menghibur hati Prabu Brawijaya V. Karena itu, gendhing sekaten dipercaya bisa memberikan berkah ketenteraman, bila didengarkan sunggguh-sungguh.
Kedua anggapan atau mitologi tersebut, memang relevan dengan situasi yang tergambarkan dalam sejarah zaman itu. Namun sebagai sebuah tradisi turun-temurun, sekaten memiliki pangkal atau cikal-bakalnya yang sudah ada sejak zaman raja-raja Hindhu sebelum Brawijaya V, dan sejak Islam belum merebak di Demak Bintoro. Pada zaman Hindhu, keramaian serupa yang digelar setiap tahun itu juga dirayakan besar-besaran. Keramaian yang kemudian menjadi cikal-bakal sekaten ini, dulu disebut Pasadran Agung. Ini Berdasarkan hasil penelitian tradisi sekaten, yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1991-1992.

Jika kita menilik lembaran sejarah penyebaran Islam di Pulau Jawa, perayaan maulid nabi dimanfaatkan oleh para Wali Songo untuk sarana dakwah dengan berbagai kegiatan yang menarik masyarakat agar mengucapkan syahadatain (dua kalimat syahadat) sebagai pertanda memeluk Islam. Itulah sebabnya perayaan maulid nabi disebut Perayaan Syahadatain, yang oleh lidah Jawa diucapkan Sekaten.

Dua kalimat syahadat itu dilambangkan dengan dua buah gamelan ciptaan Sunan Kalijaga, Kiai Nogowilogo dan Kiai Gunturmadu, yang ditabuh di halaman Masjid Demak pada waktu perayaan maulid nabi. Sebelum menabuh dua gamelan tersebut, orang-orang yang baru masuk Islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat terlebih dulu memasuki pintu gerbang “pengampunan” yang disebut gapura (dari bahasa Arab ghafura, “Dia mengampuni”).

Pada zaman kesultanan Mataram, perayaan maulid nabi disebut Gerebeg Mulud. Kata gerebeg artinya “mengikuti”, yaitu mengikuti sultan dan para pembesar keluar dari keraton menuju masjid untuk mengikuti perayaan maulid nabi, lengkap dengan sarana upacara, seperti nasi gunungan dan sebagainya. Di samping Gerebeg Mulud, ada juga perayaan Gerebeg Poso (menyambut Idulfitri) dan Gerebeg Besar (menyambut Iduladha).
Sedangkan menurut hukum Islam, seluruh ulama sepakat bahwa maulid Nabi tidak pernah diperingati pada masa Nabi shallallahu `alaihi wasallam hidup dan tidak juga pada masa pemerintahan khulafaurrasyidin.

Yang memulai perayaan Maulid Nabi, menurut Al Maqrizy (seorang ahli sejarah islam) dalam bukunya "Al khutath" menjelaskan bahwa maulid Nabi mulai diperingati pada abad IV Hijriyah oleh Dinasti Fathimiyyun di Mesir.

Dynasti Fathimiyyun mulai menguasai Mesir pada tahun 362 H dengan raja pertamanya Al Muiz lidinillah, di awal tahun menaklukkan Mesir dia membuat enam perayaan hari lahir sekaligus; hari lahir ( maulid ) Nabi, hari lahir Ali bin Abi Thalib, hari lahir Fatimah, hari lahir Hasan, hari lahir Husein dan hari lahir raja yang berkuasa.

Kemudian pada tahun 487 H pada masa pemerintahan Al Afdhal peringatan enam hari lahir tersebut dihapuskan dan tidak diperingati, raja ini meninggal pada tahun 515 H.

Pada tahun 515 H dilantik Raja yang baru bergelar Al amir liahkamillah, dia menghidupkan kembali peringatan enam maulid tersebut, begitulah seterusnya peringatan maulid Nabi shallallahu `alaihi wasallam yang jatuh pada bulan Rabiul awal diperingati dari tahun ke tahun hingga zaman sekarang dan meluas hampir ke seluruh dunia.

b.Hakikat Dynasti Fathimiyyun:
Abu Syamah (ahli hadist dan tarikh wafat th 665 H) menjelaskan dalam bukunya "Raudhatain" bahwa raja pertama dinasti ini berasal dari Maroko dia bernama Said, setelah menaklukkan Mesir dia mengganti namanya menjadi Ubaidillah serta mengaku berasal dari keturunan Ali dan Fatimah dan pada akhirnya dia memakai gelar Al Mahdi. Akan tetapi para ahli nasab menjelaskan bahwa sesungguhnya dia berasal dari keturunan Al Qaddah beragama Majusi, pendapat lain menjelaskan bahwa dia adalah anak seorang Yahudi yang bekerja sebagai pandai besi di Syam.

Dinasti ini menganut paham Syiah Bathiniyah; diantara kesesatannya adalah bahwa para pengikutnya meyakini Al Mahdi sebagai tuhan pencipta dan pemberi rezki, setelah Al Mahdi mati anaknya yang menjadi raja selalu mengumandangkan kutukan terhadap Aisyah istri rasulullah shallallahu `alaihi wasallam di pasar-pasar.   

Kesesatan dinasti ini tidak dibiarkan begitu saja, maka banyak ulama yang hidup di masa itu menjelaskan kepada umat akan diantaranya Al Ghazali menulis buku yang berjudul "Fadhaih bathiniyyah (borok aqidah Bathiniyyah)" dalam buku tersebut dalam bab ke delapan beliau menghukumi penganutnya telah kafir , murtad  serta keluar dari agama islam.

c. Hukum perayaan maulid Nabi:
pada dasarnya, setelah menengok sejarah awal maulid nabi, tak perlu diragukan bid’ahnya, dan tentu tak perlu dipertanyakan hukumnya. Sekedar memperjelas, beberapa dalil yang berkaitan antara lain sebagai berikut :

1. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. (Q.S. Al Maidah: 3 ).
Ayat di atas menjelaskan bahwa agama islam telah sempurna tidak boleh ditambah dan dikurangi, maka orang yang mengadakan perayaan maulid Nabi yang dibuat setelah rasulullah shallallahu `alaihi wasallam wafat berarti menetang ayat ini dan menganggap agama belum sempurna masih perlu ditambah. Sungguh peringatan maulid bertentangan dengan ayat di atas.

2.     Sabda Nabi shallallahu `alaihi wasallam :
( إِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ ) رواه أبو داود والترمذي
Hindarilah amalan yang tidak ku contohkan (bid`ah), karena setiap bid`ah menyesatkan”. HR. Abu Daud dan Tarmizi.
Peringatan maulid Nabi tidak pernah dicontohkan Nabi, berarti itu adalah bi'dah, dan setiap bi'dah adalah sesat, berarti maulid peringatan Nabi adalah perbuatan sesat.

3.     Sabda Nabi shallallahu `alaihi wasallam :
(( مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ )) متفق عليه ، وفي رواية لمسلم (( مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌ ))
“Siapa yang menghidupkan suatu amalan yang tidak ada dasarnya dalam dien kami, amalannya ditolak.” Muttafaq ’alaih 
Dalam riwayat Muslim: “Siapa yang mengamalkan perbuatan yang tidak ada dasarnya dalam dien kami, amalannya ditolak.”
Dua hadist di atas menjelaskan bahwa setiap perbuatan yang tidak dicontoh Nabi tidak akan diterima di sisi Allah subhanahu wa ta'ala, dan peringatan maulid Nabi tidak dicontohkan oleh Nabi berarti peringatan maulid Nabi tidak diterima dan ditolak.

4.     Sabda Nabi shallallahu `alaihi wasallam:
(( مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ )) رواه أبو داود
            Barang siapa yang meniru tradisi suatu kaum maka dia adalah bagian dari kaum tersebut. HR. Abu Daud.
            Tradisi peringatan hari lahir Nabi Muhammad meniru tradisi kaum Nasrani merayakan hari kelahiran Al Masih (disebut dengan hari natal) , maka orang yang melakukan peringatan hari kelahiran Nabi bagaikan bagian dari kaum Nasrani -wal 'iyazubillah-.

5.      Peringatan maulid Nabi sering kita dengar dari para penganjurnya bahwa itu adalah perwujudan dari rasa cinta kepada Nabi. Saya tidak habis pikir bagaimana orang yang mengungkapkan rasa cintanya kepada Nabi dengan dengan cara melanggar perintahnya, karena Nabi telah melarang umatnya berbuat bidah. Ini laksana ungkapkan oleh seorang penyair:
لَوْ كَانَ حُبُّكَ صَادِقاً لَأَطَعْتَـهُ   إِنَّ المُحِبَّ لِمَنْ أَحَبَّ مُطِيْـعُ
Jikalau cintamu kepadanya tulus murni, niscaya engkau akan mentaatinya.
Karena sesungguhnya orang yang mencintai akan patuh terhadap orang yang dicintainya

6.      Orang yang mengadakan perhelatan maulid Nabi yang tidak pernah diajarkan Nabi sesungguhnya dia telah menuduh Nabi telah berkhianat dan tidak menyampaikan seluruh risalah yang diembannya.

Imam Malik berkata," orang yang membuat suatu bidah dan dia menganggapnya adalah suatu perbuatan baik, pada hakikatnya dia telah menuduh Nabi berkhianat tidak menyampaikan risalah”.

Selain itu beberapa dampak yang timbul dikarenakan perayaan semacam ini antara lain adalah:
Praktek kesyirikan yang tidak disadari
Mendahului Allah dalam menentuukan syariat
Munculnya perwujudan rasa cinta Rasul yang keliru
Mendatngkan keburukan
Mengikuti budaya Nasrani
Kecenderungan untuk mubazzir
Membantu penyebarab hadits palsu
Persatuan Islam yang semu

Dan kira kira apa yang akan dilakukan para budayawan ketika mereka mengetahui hal ini? Masihkah keukeuh mempertahankannya? Be ur self Guys... jangan cuma ngikut apa kata dunia.

Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah) (Q.S. Al An'aam: 116 ).

Jumat, 22 Januari 2010


“Seumpama waktu sholat datang, dan terdapat sebuah mushala kecil yang kotor dan nyaris roboh. Dan antum harus menjadi makmum dari seorang imam yang dekil dan tidak antum sukai. Apa yang akan antum lakukan? Renungkan menjelang tidur. Dan beri saya jawaban setelah fajar bersinar. Jazakumullah khairan katsira…”

Pesan singkat ini masuk dalam hp saya tadi malam pukul 9.27pm. cukup mengejutkan memang. Tapi “kedatangan” sms ini cukup menggugah kesadaran batin saya.

Bayangkan apabila diri anda berada pada posisi tersebut. Tidak mnyenangkan bukan? Berada dalam kondisi setengah terpaksa melakukannya. Sholat adalah ibadah wajib. Shalat bertujuan agar setiap muslim mengetahui, memahami, menguasai dan mengamalkan dalam setiap lintasan hati, pemikiran, ucapan dan tindakannya bahwa setiap sendi kehidupan ini adalah dalam rangka sujud atau beribadah kepada Allah (QS.6 : 162). Tidak mungkin ditinggalkan dan tidak mungkin mencari tempat lain pabila adzannya telah berkumandang. Wajib.

Dan ketika kita menjadi makmum dari seorang yang tidak kita sukai?
Mau apa? Menggantikannya menjadi imam? Tak mungkin. Kita tahu betul kapasitas macam apa yang dibutuhkan untuk menjadi seorang imam. Belum tentu diri kita yang berasa lebih baik darinya sanggup menjalankan tugas sebagai imam. Dan keberadaannya di barisan terdepan sebagai imam, telah membuktikan kapasitasnya. Bukan hal yang mudah untuk mengganti maupun menjadi pemimpin. Pemimpin adalah pelayan bagi rakyatnya. Meski ia tak harus selalu mengorbankan dirinya untuk masyarakatnya.
Atau menggantinya dengan seorang yang lebih kita sukai? Yang lebih toleran terhadap perangai kita? Patutnya kita lihat dulu seberapa indah perangai kita. Mungkin, imam tersebut tidak menyukai kita dikarenakan sikap kita yang (mungkin) bertentangan dengan norma agama yang digawanginya.

Lalu? Apakah tidak lebih nyaman bila kita mencari saja mushala lain yang lebih baik, bersih dan besar? Yang memiliki imam yang kita sukai?

Mengapa kita harus pergi meninggalkan mushala kecil ini bila adzan telah berkumandang? Apakah kita bisa menjamin akan menemukan mushala yang lebih baik? Jangan jangan waktu kita nanti malah habis di tengah jalan? Melarikan diri dari mushala kecil ini, yang telah mengumandangkan adzannya. Mungkirkah kita dari panggilan Allah?

Lalu apa yang bisa kita perbuat dengan kondisi yang serba tidak nyaman ini? Mungkin beberapa mengatakan bahwa mereka akan menegakkan sholat dan berada di belakang sang imam. Namun kata hati tetaplah ada di hati. Tetap ada perasaan tak nyaman atas kondisi ini. Dan soal menegakkan mushala ini, itu memang berat. Tapi segalanya tetap mungkin. Ini semua memang tidak mudah. Tapi saya yakin bahwa pada akhirnya mushala ini akan berdiri tegak dan para makmum akan menyelesaikan salam bersama imamnya.
Yang paling dibutuhkan untuk itu adalah komunikasi yang jujur dan terbuka antara imam dan makmumnya. Imam harus mengerti siapa makmumnya, begitupun sebaliknya. Sehingga tidak terjadi kasak kusuk negative di belakang imam maupun imam yang nggerundel atas kelakuan makmumnya. Karena saya yakin. Banyak diantara makmumnya yang ingin membenahi mushala itu, namun takut dan tidak tahu apa yang harus dilakukannya agar sesuai di mata imam.

Pada akhirnya, inilah jawaban saya atas sms tadi. Saya mungkin terlalu lama “masbuk” di mushala ini. Mafhumlah kita pada mushala, imam dan segala asosiasinya. Semoga kita semua masih bisa berjalan bersama menegakkan satu panji. Jazakumullah…