Selasa, 13 April 2010

devil in our soul

11 april 2010. Saya berkunjung ke kos seorang teman di Solo. Silaturahmi sekaligus memberikan buku titipannya. Seperti yang sudah kita rencanakan (dengan sedikit paksaan dari saya tentunya) kita makan siang bareng. Kita makan siang di sebelah timur taman wisata Jurug. Warung tenda ayam bakar tulang lunak.
Mulanya sejak masuk hingga saya selesai makan ndak ada masalah, hingga tanpa sengaja saya melihat kalender yang dipasang. Dan, Astaghfirullah, kalendernya adalah kalender gereja, dengan gambar salib dan paus serta sisipan ayat matius dan roma. Saya kaget sekaget kagetnya. Begitu pula ketika melihat sebuah salib tergantung di dada penjualnya.
Maka begitu kami keluar saya segera mengkonfirnasi hal tersebut. Parahnya, ternyata teman saya sudah lama tahu hal tersebut. Dia mengajak saya ke tempat itu karena binggung mencari tempat lain. Yang agak susah dicerna adalah pernyatannya bahwa banyak orang2 yang menurutnya lebih tinggi ilmu agama dibanding dirinya, makan ditempat itu. Jadi dia berpendapat, kalau mereka makan disitu berarti tempat itu sudah terjamin kehalalannya. Sebuah pemikiran yang naif.
Alasan yang sama yang mengingatkan saya pada problema Facebook yang mengundang pro-kontra beberapa bulan yang lalu. Beberapa orang meninggalkannya dengan alasan yang jelas. Facebook milik yahudi. Digunakan untuk kepentingan yahudi. Mulai dari yang paling keren, memata matai dat user hingga yang paling sepele menghabiskan waktu .
Beberapa teman tetap menggunakannya dengan alasan untuk dakwah, dan silaturrahmi. Sementara beberapa mulai ragu ketika mendengar tentang adanya konspirasi Yahudi dibalik geliat Facebook, teman teman yang aktif di jaringan Facebook malah “menghalalkannya” dengan alasan beberapa orang yang memiliki pemahaman agama lebih tinggi dari mereka tetap menggunakannya. Sehingga mereka merasa lebih “aman”.
Susah memang bila kita menjatuhkan hukum segala sesuatu hanya pada seberapa banyak orang yang menggunakannya. Masalahnya adalah, ini perut kita. Ini tubuh kita. Apapun yang masuk dalam jasad ini, kita yang bertanggung jawab. Bukan mereka.
Setidaknya, usahakan apapun yang berhubungan dengan diri kita sesedikit mungkin berhubungan dengan hal yang nyerempet dosa dan ndak jelas hukumnya. Semoga bermanfaat.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

tajam sekali bagian akhirdari tulisanmu ini, dika.
saya jadi spechless :(